Beberapa hari yang lalu, Jawa
Barat merayakan pesta demokrasi untuk menentukan Pemimpin baru selama 5 tahun
kedepan. Ada yang unik di pesta demokrasi edisi kali ini, yaitu dengan diwarnainya
calon calon pemimpin dari kalangan selebriti. Siapa yang menyangka si oneng
yang dulu terkenal dengan “keonengannya” maju mencalonkan menjadi pemimpin.
Siapa juga yang akan menyangka si actor laga ingin terus menjadi pemimpin, dan siapa pun
tak akan menyangka, actor favorit saya, sang nagabonar pun ingin menjadi
pemimpin. Sebenarnya apa sih pemimpin itu? Kenapa banyak orang yang berburu
jabatan pemimpin? Dan kenapa harus menjadi pemimpin?
Melihat fenomena diatas (saat
ini), model kepemimpinan di Indonesia seringkali hanya mengandalkan pencitraan,
kesantunan dan popularitas. Jauh sebelum pemilihan dilakukan, oknum oknum yang
berkepentingan hampir selalu mencitrakan “orang-orang” nya ke publik,
mempertontonkan kesantunan organisasinya di muka umum dan mengandalkan
orang-orang populer (artis) untuk meraup banyak suara. Apakah hal diatas salah?
Tentu saja tidak. Hal-hal tersebut adalah bagian dari strategi politik.
Fenomena model kepemimpinan ini pun jadi berkembang dan menjamur karena akibat
dari dampak sistemik suatu strategi politik yang kerap dilakukan oleh actor actor
perpolitikan. Fenomena tersebut bukanlah merupakan suatu degradasi kepemimpinan,
tapi fenomena ini mungkin lebih baik dikatakan sebagai warna dari suatu
kepemimpinan..
Setiap pemimpin pasti punya
tujuannya masing-masing. Seseorang tidak akan mau jadi pemimpin jika dia tidak
punya tujuan apa-apa. Kalaupun memang seseorang pemimpin tersebut tidak punya
tujuan, biasanya oknum yang mencalonkan pemimpin tersebut lah yang mempunyai
tujuan. Oknum tersebut bisa berupa keluarganya, sahabatnya, organisasinya,
sukunya ataupun negaranya. Kenapa untuk mencapai tujuan tersebut kita harus
jadi pemimpin? Bukannya dengan jadi “rakyat biasa” juga bisa mencapai tujuan
tersebut? Tentu saja jawabannya bisa. Tapi kalo dilogika-kan akan begini
hasilnya, “kalo rakyat biasa saja bisa memenuhi tujuannya, berarti seorang
pemimpin akan jauh lebih bisa, jauh lebih mudah dan jauh lebih cepat untuk
memenuhinya, karena sederhananya Pemimpin adalah pemegang kekuasaan tertinggi
di tempat yang dipimpinnya. Lalu saat konteks ini dikaitkan dengan pertanyaan,
kenapa banyak orang berburu jabatan pemimpin, bisa kita simpulkan jawabannya
adalah, agar tujuan orang atau oknum tersebut bisa tercapai dengan sukses. Intinya,
kepemimpinan sangat berkaitan dengan suatu tujuan.
Kalau berbicara soal tujuan,
sebagian besar pemimpin rata-rata mempunyai tujuan sebagai berikut. Pertama, revolusi
atau perubahan, yang pasti (menurutnya) perubahan kearah yang lebih baik. Tujuan
ini muncul akibat ketidakpuasan terhadap kepemimpinan sebelumnya. Tujuan inilah
yang paling diminati calon calon pemimpin. Kedua, sustainability
(keberlanjutan), Tujuan ini lebih mengedepankan kepada keberlanjutan, baik
keberlanjutan dalam hal pemimpin, organisasi, system kepemimpinan ataupun
program-program kepempimpinannya. Yang ketiga ada ekspedisi. Dalam tujuan
ekspedisi, pemimpin lebih mengutamakan kepada bagaimana dia atau organisasinya menjadi
“terpandang”.
Salah satu indicator dalam
kepemimpinan adalah kemampuan untuk membuat mimpi menjadi kenyataan. Dikatakan sebagai
kemampuan adalah karena kepemimpinan merupakan pembelajaran berkelanjutan. Tahap
pertama dalam kepemimpinan adalah bagaiman ia bisa memimpin dirinya sendiri
(self leadership). Setelah lulus pada tahap ini, maka ia akan dihadapkan ke
tahap kedua yaitu bagaimana ia bisa mengabdi kepada masyarakatnya (society
leadership) dan setelah lulus pada tahap ini dia akan kembali melanjutkan ke
tahap terkahir, tahap yang sangat sukar untuk dilalui, yaitu tahapan dimana ia
mengabdi kepada Tuhan (Spritual Leadership). Setiap pemimpin pasti akan
menjalani ketiga tahapan diatas dan seringkali pemimpin pemimpin tersebut gagal
melewatinya. Hanya orang-orang yang terus belajarlah yang mampu melewati ketiga
tahap tersebut. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa, Pemimpin yang ideal
adalah pemimpin yang mau belajar. Jadi bisa disimpulkan bahwa kepemimpinan
adalah suatu pembelajaran.
To be continued..